
Leni Marlina dengan perlengkapan lari lengkap, menempuh 25 kilometer di sepanjang CFD Jakarta, JL. Sudirman-Thamrin hari ini, Minggu (8/10). Pekan lalu, dia berlari hingga 35 kilometer.
Lari adalah rutinitas Leni sejak 2015. Bila bukan libur atau akhir pekan, ia menyempatkan lari di sekitar rumahnya di bilangan Jakarta Pusat.
"Sebagai pelari yang serius cocok banget. Kalau lari sendiri di rumah males, kalau ke sini kan jadi terpacu," kata Leni kepada kumparan.
Dikosongkannya kendaraan juga jadi alasan lain Leni lari dengan antusias. Setidaknya, bagi dia, polusi kendaraan berkurang sepanjang jalur ia mengukur langkanya.
Leni paham betul kualitas udara Jakarta belakangan ini. Namun dia memilih untuk melawannya.
"Saya rasa betul [polisi buruk] saya sempat kena, cuma saya lawan, tetap berolahraga," kata dia.
Leni mengaku tidak ada pilihan. Tinggal di rumah tanpa gerak juga bisa membuat imun tubuh menurun yang ujung-ujungnya rentan terserang penyakit.
"Lebih baik saya bergerak daripada di rumah, lebih sakit lagi," ujar dia.
"Saya lebih happy di CFD," imbuhnya.
Efdil, pesepeda dari Bekasi juga memilih melawan ancaman polusi buruk ibu kota. Baginya, olahraga adalah untuk menambah imun.
"Olahraga kan menambah ketahanan tubuh," kata Efdil.


Pria yang usianya sudah mencapai 60 tahun tersebut memang tak setiap pekan bersepeda ke pusat kota. Jalur mengayuh pedalnya kadang ke Puncak, Bogor, hingga keluar kota.
Mengenai udara, Efdil mengaku tak banyak berbeda. Meski dia mengaku mengetahui bahwa Jakarta disebut punya udara lebih buruk. Namun dia tak khawatir.
Antisipasinya adalah dengan memperkuat imun tubuh. "Enggak [khawatir], kalau imun kita kuat," imbuhnya.
Keluarga Juga Antusias
Tak hanya Leni dan Efdil, Tio Mardan bersama keluarga juga masih antusias berolahraga CFD di tengah ancaman polusi buruk. Dia jalan-jalan di sepanjang Thamrin-Sudirman dengan mengajak anak istrinya.
Anak perempuannya berjalan dengan mengenakan sepatu roda, sementara istrinya mendorong stroller baby. Tio, warga Pasar Minggu, mengaku olahraga keluarga dilakukannya setidaknya dua kali dalam sebulan.

Tio juga mengetahui ancaman polusi buruk. Namun Tio tetapi mengantisipasi dan memberikan imun yang cukup bagi anak-anaknya.
"Tidak khawatir. Kita untuk polusi itu, ya, paling jaga kesehatan aja terus konsumsi vitamin sama yang lain-lainnya itu kita sudah support di rumah," kata dia.
Per hari ini, Jakarta masih tergolong sebagai kota dengan kualitas udara terburuk. Dilihat dari laman resmi IQAir, Ibu Kota Indonesia, berada di peringkat 4 kota paling berpolusi, dengan kualitas udara merah, angkanya 161.
"Indeks kualitas udara (AQI) dan polusi udara PM2.5 di dekat Jakarta GBK, Jakarta: AQI US, 132 tidak sehat bagi kelompok sensitif," begitu dikutip dari IQAir.