Inilah Fakta di balik pembatasan Pertalite

Pengendara sepeda motor mengantre membeli bahan bakar Pertalite di SPBU kawasan Kuningan, Jakarta, Rabu (30/3). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Pengendara sepeda motor mengantre membeli bahan bakar Pertalite di SPBU kawasan Kuningan, Jakarta, Rabu (30/3). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan

 Kabar terbaru melaporkan bahwa BBM jenis pertalite mengalami kelangkaan, yang tidak terlepas dari rencana pembatasan pembelian. Hal ini membawa perhatian kepada kebijakan subsidi BBM dan kesulitan dalam menentukan siapa yang berhak menerima subsidi serta mekanisme penyalurannya yang tepat.

Fakta yang perlu dipertimbangkan adalah kesalahan dalam pendataan penerima subsidi, yang kemudian menghasilkan penyaluran yang tidak tepat sasaran. Oleh karena itu, tidak seharusnya masyarakat disalahkan jika mereka masih menerima subsidi, terutama BBM.

Fakta kedua adalah bahwa mayoritas masyarakat cenderung menganggap mereka berhak mendapatkan subsidi, tanpa memperhatikan kebijakan yang sebenarnya. Ini mengarah pada anggapan bahwa subsidi adalah hak warga negara, yang sulit untuk diubah.

Situasi ini semakin rumit karena beberapa pejabat yang tidak jujur dapat memanfaatkan subsidi untuk kepentingan pribadi, menciptakan praktik jual-beli peluang yang berdalih subsidi.

Hal ini juga mempengaruhi perencanaan untuk beralih ke kendaraan listrik di Indonesia, karena selama subsidi BBM masih ada, transformasi tersebut akan sulit terwujud. Oleh karena itu, diperlukan penentuan subsidi yang lebih terbatas, seperti dalam kasus solar.

Data Kementerian ESDM menunjukkan bahwa konsumsi BBM jenis pertalite meningkat sebesar 27 persen pada tahun 2022, dengan harga yang relatif murah berkat subsidi pemerintah. Ini adalah salah satu alasan mengapa transformasi ke kendaraan listrik masih terhambat di Indonesia.

Subsidi adalah upaya untuk meringankan beban masyarakat, terutama yang berada di negara berkembang. Namun, subsidi yang berkelanjutan dapat mengakibatkan defisit anggaran, sementara pembatasan subsidi harus didukung oleh mekanisme yang efektif.

Data juga menunjukkan impor BBM RON 88 dan 90 sebanyak 15,1 juta kiloliter pada tahun 2022, yang dapat terus meningkat jika penyaluran subsidi tidak dikendalikan dengan baik.

Penting untuk mencermati perubahan perilaku secara keseluruhan dan merancang kebijakan yang sesuai untuk mengatasi masalah ini, termasuk penggunaan moda transportasi massal yang lebih efisien dan berkelanjutan.

Situasi ini memerlukan perhatian serius terhadap kebijakan subsidi BBM dan perubahan perilaku konsumsi BBM di Indonesia untuk mengatasi tantangan yang dihadapi dalam transformasi ke kendaraan listrik dan keberlanjutan ekonomi.

Baca Juga
Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama

Featured

News Feed