
Presiden Jokowi resmi mengumumkan pemerintah akan melarang transaksi jual beli melalui Social Commerce seperti TikTok Shop. Beleid soal larangan tersebut telah siap untuk diteken dan titerbitkan.
Atas kebijakan pemerintah tersebut, pihak TikTok pun menanggapi keputusan pemerintah melarang penjualan. Berikut fakta-faktanya.
TikTok Shop Memiliki Dampak yang Dahsyat ke UMKM
Pemerintah melihat dampak TikTok Shop merugikan UMKM di Indonesia. Jokowi bahkan mengaku pemerintah terlambat mengambil lagkah.
"Karena dampaknya sangat dahsyat sekali. Kita terlambat beberapa bulan saja efeknya sudah ke mana-mana," ujar Jokowi saat membuka acara Kongres XXV PWI, Senin (25/9).
Pelarangan TikTok Shop nantinya akan diatur di dalam revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
"Tadi baru saja kita ratas memutuskan mengenai sosial media yang digunakan untuk e-commerce. Besok mungkin (aturan) keluar," ujar Jokowi
Regulasi untuk Melindungi UMKM
Jokowi mengatakan, revisi Permendag 50/2020 itu bertujuan untuk melindungi UMKM. Jokowi melihat ekonomi digital perlu memiliki landasan dan payung hukum.
"Payung besar regulasi tentang transformasi digital memang harus dibuat dengan lebih holistik, payungnya industri kreatif harus dipayungi, UMKM kita harus dipayungi dari terjangan dunia digital ini, ini yang sedang dikerjakan pemerintah," tuturnya.
Adapun hingga saat ini TikTok hanya memiliki izin media sosial, bukan sebagai e-commerce sehingga TikTok Shop akan dilarang untuk melakukan transaksi jual beli.
Penujual di TikTok Shop Mengeluh
Berdasarkan keterangan yang diterima kumparan, TikTok mengatakan menerima banyak keluhan dari penjual sejak adanya pengumuman pemerintah mengenai larangan social commerce hari ini.
"Sejak diumumkan hari ini, kami menerima banyak keluhan dari penjual lokal yang meminta kejelasan terhadap peraturan yang baru," ujar manajemen TikTok Indonesia, Senin (25/9).
TikTok Minta Pertimbangkan Larangan Pemerintah

TikTok mengeklaim bahwa social commerce telah membantu bisnis UMKM. Utamanya melalui kolaborasi dengan kreator lokal dan meningkatkan traffic toko online UMKM.
Dengan alasan itu, TikTok meminta pemerintah kembali mempertimbangkan keputusan tersebut.
Kami akan tetap menghormati hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia, namun kami juga berharap pemerintah mempertimbangkan dampak terhadap penghidupan 6 juta penjual lokal dan hampir 7 juta kreator affiliate yang menggunakan TikTok Shop," jelasnya.
TikTok Hanya Boleh Promosi, Bukan Jualan
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan, user di TikTok hanya boleh melakukan promosi barang dan jasa, bukan untuk bertransaksi atau berdagang.
"Yang pertama nanti isinya social commerce itu hanya boleh memfasilitasi promo barang atau jasa, promo barang jasa, tidak boleh transaksi langsung, bayar langsung, enggak boleh lagi. Dia (TikTok) hanya boleh untuk promosi," ujar Zulhas usai rapat terbatas di Istana Negara, Jakarta, Senin (25/9).
Zulhas melanjutkan, nantinya dalam revisi Permendag 50/2020 akan menegaskan mengenai izin e-commerce dan media sosial yang harus dipisahkan. Sehingga, platform yang hanya memiliki izin media sosial tak boleh melakukan kegiatan dagang seperti e-commerce.
"Hanya kalau dia [platform media sosial] mau menjadi sosial commerce harus izin, mengurus izin, silakan untuk mengurus izinnya," kata Zulhas.
Mendag juga menjelaskan, hal tersebut dilakukan agar suatu platform tidak menguasai algoritma dan tidak menggunakan data pribadi pengguna untuk kepentingan bisnis.