Khawatir Gempa M 8,7 & Tsunami 30 Meter di Jatim, Ini Antisipasi BMKG

Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengungkapkan skenario terburuk gempabumi di Jawa Timur mencapai M 8,7. Tidak hanya itu, BMKG juga mencatat ada potensi genangan tsunami mencapai 30 meter di sejumlah titik di provinsi itu.
Lalu, apa yang dilakukan pemerintah daerah setempat dalam mengantisipasi bencana itu?
Saat menghadiri acara webinar kajian dan mitigasi gempabumi dan tsunami di Jawa Timur pada, Jumat (28/5/2021), Dwikorita mengungkapkan pemda perlu mempersiapkan kesiapan jalur evakuasi.
"Itu ternyata cukup banyak hambatan. Ada sungai harus menyeberang. Ada juga jalur evakuasi yang sebetulnya seperti Pacitan itu jalurnya sudah bagus tetapi harus menyeberangi sungai. Sudah siap juga aparatnya sudah siap, dan juga pemdanya sangat peduli," ujarnya.
"Jadi poinnya agar jalur ini dapat ditingkatkan lebih memadai fasilitas sarana prasarana dan tadi waktu datangnya tsunami itu terlalu cepat bila ada beberapa wilayah yang datangnya tsunami terlalu cepat dibandingkan dengan jarak tempat evakuasi sementara. Sehingga kalau berlari itu bisa terkejar," lanjutnya.
Menurut Dwikorita, hal itu perlu ditindaklanjuti. Entah itu melibatkan pemerintah provinsi maupun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Karena misalnya untuk penyiapan shelter ini kan perlu untuk segera disiapkan dan juga penghijauan di pantai juga," kata Dwikorita.
Eks rektor Universitas Gadjah Mada itu bilang ada salah satu bupati di pesisir selatan Jawa Timur yang sangat cemas dan mengkhawatirkan penambangan pasir di pantai. Pihak pemkab tidak berdaya mengendalikannya.
"Ini kan merendahkan elevasi pantai. Tadi tanpa di tambang kan sudah 18 meter, kalau ditambang masuk ke bawah lagi, pantainya menjadi lebih rendah, bisa lebih rendah dari muka air laut, jadi nanti risikonya semakin besar. Jadi itu mohon juga dukungan agar penambangan ini benar-benar menjadi perhatian untuk mengurangi risiko bahaya tsunami," ujar Dwikorita.
Tantangan lain, menurut dia, adalah abrasi pantai. Ancaman tsunami akan lebih tinggi apabila pantai mengalami abrasi.
"Akan menjadi lebih pendek, lebih rendah, genangan akan menjadi, artinya pantai akan lebih tenggelam," kata Dwikorita.
Khusus untuk sumber daya manusia (SDM), dia menilai perlu ada latihan sesering mungkin. Sementara dari sisi prasarana perlu ada penyempurnaan rambu hingga rencana kontijensi perlu disempurnakan dengan SOP yang lebih jelas berdasarkan skenario terburuk peta bahaya tsunami.
Konstruksi bangunan juga menjadi perhatian BMKG. Menurut Dwikorita, struktur bangunan yang ada tidak disiapkan untuk tahan gempa.
"Juga ada kondisi tanah yang memang lunak. Nah ini potensi untuk mengalami amplifikasi atau penguatan guncangan bahkan bisa juga mengalami likuefaksi. Artinya standar bangunan tahan gempa perlu diterapkan kemudian juga audit bangunan-bangunan strategis seperti sekolah, mal, kantor-kantor untuk memastikan tahan terhadap guncangan hingga mencapai M 8,7," ujar Dwikorita.
"Tata ruang ini juga perlu memperhatikan zona rawan gempa bumi dan tsunami dengan skenario terburuk dan juga pengendalian pencegahan kerusakan lahan," lanjutnya.
Posting Komentar
Posting Komentar